Surya Indonesia
Ketua DPRD Gresik, Ir H. Abdul Hamid

Surya Indonesia, Gresik
     Tudingan sejumlah kalangan yang menganggap DPRD berkali-kali sengaja memending pembahasan Ranperda, tentang struktur organisasi, yang di dalamnya memuat kenaikan level Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dari level B atau kelas B ke tipe A, atau eselon III ke eselon II, mendapat respon DPRD Gresik.
     Ketua DPRD Gresik, Ir H. Abdul Hamid membantah tudingan tersebut. Menurut dia, DPRD tidak pernah menolak membahas Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) yang diajukan oleh eksekutif atau Pemkab Gresik. Sejauh, Ranperda tersebut memenuhi syarat untuk dibahas. "Tidak, siapa bilang DPRD tidak mau membahas Ranperda yang mengatur tentang kenaikan kelas Satpol PP," katanya. Menurut Hamid, DPRD Gresik tidak pernah membahas Ranperda tentang kenaikan status Satpol dari tipe B ke tipe A. Sebab, eksekutif dalam hal ini tim prolegda (program legislasi daerah) Pemkab Gresik, tidak pernah mengajukannya. "Setahu saya, Ranperda tersebut sudah direncanakan diajukan sejak tahun 2014, lalu. Bahkan, Bupati Gresik periode 2010-2015, Sambari Halim Radianto sudah meng-Acc langsung agar Ranperda tersebut diajukan ke DPRD. Namun, hingga Bupati pensiun tidak ada pengajuan. Karena itu, DPRD tidak ada alasan untuk membahasnya," jelasnya. "Ranperda itu bukan Ranperda inisiatif. Makanya, tidak ada relevansinya DPRD yang ngotot membahas. Seharusnya, tim prolegda eksekutif yang bisa memilah-milah, mana Ranperda yang prioritas dan tidak," sambungnya. Sebetulnya, lanjut Hamid, kalau dilihat dari kondisi riil yang ada di Kabupaten Gresik, Satpol PP sudah waktunya dinaikkan ke eselon II. Sebab, cakupan tanggungjawabnya semakin besar. Sebab, Kabupaten Gresik merupakan kabupaten penyangga Surabaya. Beberapa kabupaten/kota yang notabene kekuatan anggaranya, letak geografisnya dan penduduknya di bawah Kebupaten Gresik, Satpol PPnya sudah eselon II atau tipe A, seperti Kabupaten Lamongan. "Memang kami rasa kalau Satpol PP itu cuma eselon III, kemudian yang ditertibkan produk hukum di SKPD eselon II, kurang logis. Mesti ada beban psikologi," tuturnya.  Karena itu, DPRD Gresik sangat mendukung kalau Satpol PP segera dinaikkan ke eselon II atau type A. Pertimbangannya, agar beban kerja Satpol yang begitu berat menjadi lebih ringan, karena kenaikan tipe tersebut berimbas akan bertambahnya personel di Satpol. Sehingga, penanganan penegakan hukum berupa Perda(peraturan daerah) makin bisa maksimal. "Kalau status Satpol masih tipe B, maka Satpol tidak bisa menambah personel. Sehingga, penegakan Perda dipastikan kurang maksimal, karena keterbatasan personel," jelas politisi senior Golkar asal Sidayu ini.
     Abdul Hamid mengakui, DPRD selama ini kerap mendengar kalau Satpol PP kurang bisa maksimal dalam penegakan Perda, karena minimnya personel yang dimilikinya. Makanya, kalau nanti Satpol PP jadi dinaikkan dari tipe B ke tipe A, maka DPRD memiliki harapan besar agar penegakan Perda bisa lebih baik. "Tentunya, besar harapan kami kalau status Satpol sudah dinaikkan, maka penegakkan Perda bisa lebih maksimal," harapnya. Abdul Hamid menyatakan, kalau Satpol PP Gresik sudah dinaikkan tipenya dari B ke A, maka secara otomatis ada penambahan personel seperti Satpol PP tipe A di kabupaten/kota lain. Untuk jumlah personel Satpol PP tipe A, sedikitnya membutuhkan 350 personel. Mereka bertugas di dalam (kantor) untuk administratif dan di luar kantor untuk penegakan Perda. Sementara jumlah personel Satpol PP Gresik saat ini baru kisaran 195 personel. Mereka tidak semuanya PNS (Pegawai Negeri Sipil). Sebab, masih ada 42 personel Satpol PP dari kalangan THL (tenaga harian lepas) atau pegawai tidak tetap. Untuk petugas Satpol PP dari THL, mereka tidak bisa lakukan eksekusi saat penegakan Perda. Mereka hanya bisa lakukan tugas pembantuan petugas Satpol PP dari PNS yang sedang lakukan penegakan Perda. Karena itu, Satpol PP, kata Hamid, saat menurunkan petugas untuk lakukan penegakan Perda, personelnya harus campuran. Artinya, sebagian petugas dari PNS dan sebagian dari THL. Padahal, THL Satpol PP tidak bisa sebagai eksekutor penegakan Perda, karena yang bisa hanya PNS. Itu merujuk peraturan perundang-undangan. Di Permendagri Nomor 40 tahun 2011, tentang pedoman organisasi dan tata kerja Satpol PP misalnya, pada bagian kedua pasal 3 soal tugas dan fungsi Satpol PP, bahwa Satpol PP mempunyai tugas menegakan Perda, menyelenggarakan ketertiban umum, menyelenggarakan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Di Permendagri tersebut, tambah Hamid, disebutkan, bahwa yang bisa lakukan eksekutor dalam penegakan Perda adalah, Satpol PP PNS. Karena itu, jangan sampai Satpol PP menerjukan personelnya dari kalangan THL untuk eksekusi pelanggaran Perda. "Sebab, langkah tersebut melanggar aturan," pungkas Hamid. (adv/sp)

Posting Komentar

 
Top