Surya Indonesia
Pimred Surya Indonesia
Korupsi di indonesia seolah olah terus membudaya dan merajalela dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Kasus korupsi saat ini kerap sekali sering terjadi dan bermunculan dari berbagai level pemerintahan dan terjadi di berbagai institusi manapun. Dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik misalnya, sering sekali terjadi para pemilik jabatan atau kekuasaan memanfaatkan kekuasanya untuk memperkaya dirinya sendiri lewat cara apapun tidak memikirkan yang lain. Kasus korupsi terkait dengan tingkat penyelenggaraan pelayanan publik ini, heranya terjadi ditingat pemerintahan pusat ataupun pemerintahan daerah dan anehnya tindakan korupsi tersebut dilakukan oleh pejabat tingkat bawah sampai pejabat level tingkat atas atau tingi.
Dalam proses politik menganggap bahwa itu peluang yang sangat menentukan, menjanjikan dan juga ruang yang sangat bagus untuk menumbuhkan atau mengembangkan tindakan untuk melakukan korupsi.
Para pemangku kepentingan atau pemegang kekuasaan menjadikan kepentingan pribadi atau kelompok sebagai landasan utama untuk pembentukan kebijakan sehingga mengarah pada keuntungan pribadi maupun kelompok bukan untuk kepentingan bersama atau publik. 
Misalnya sekarang saja contoh kecilnya di dalam sebuah desa, raskin yang seharusnya dibagikan kepada warga setiap sebulan sekali yang di khususkan oleh pemerintah pusat untuk membantu meringankan beban warga yang kurang mampu malah disalah gunakan dengan kata lain dijual dan hasilnya pun tidak diketahui, apa masuk hak pribadi atau untuk kas warga tersebut. Dalam proses menentukan sebuah kebijakan dan penyelengaraan pelayanan publik bercampur menjadi satu kesatuan wadah atau tempat yang saling mendorong atau mendukung untuk membudayakan sebuah tindakan korupsi.
Kedua tempat atau wadah diatas tersebut sangat erat untuk melakukan sebuah gerakan tindakan untuk melakukan sebuah korupsi. Sebuah proses politik dalam menentukan sebuah kebijakan merupakan wadah atau tempat seorang pemangku kekuasaan. Kepentingan seperti halnya badan eksekutif( lembaga Negara yang mengatur atau bertugas menjalankan undang-undang dalam menjalankan sebuah sistem pemerintahan),legislatif (sebuah badan yang mengesahkan dan menjalankan pemerintahan), masyarakat sipil dan bahkan pengusaha secara bersama sama saling bergantung untuk menciptakan atau menentukan kebjakan publik. Para pemegang kekuasan kepentingan saling mempengaruhi atau berinteraksi untuk berdiskusi membicarakan bentuk keputusan atau kebijakan keputusan yang akan di sepakati bersama-sama.
Sebagai negara Demokrasi, hubungan pemegang kekuasaan kepentingan atau pemangku kepentingan dalam menentukan sebuah kebijakan di pandang hal yang biasa atau wajar, dan tentunya hubungan tersebut harus berlandasan pada nilai-nilai demokrasi. Hubungan seorang pemegang kekusaan kepentingan diarahkan untuk mengatasi sebuah persoalan-persoalan publik yang dinilai akan merugikan dan dinilai sanagat bermasalah. Pada kenyataannya yang terjadi justru pemegang kekuasaan kepentingan membuat sebuah keputusan atau kebijakan untuk memperbanyak adanya sebuah persoalan- persoalan publik seperti kemiskinan yang semakin tinggi, pengangguran yang sangat banyak dan persoalan-persolan sosial lainnya . Dan persoalan tersebut mengakibatkan adanya tingakat kejahatan yang sangat banyak dan merajalela. Dengan adanya keputusan atau kebijakan yang bermasalah disebabkan oleh karena kuatnya pengaruh badan eksekutif dan legislatif dalam menentukan sebuah kebijakan.
Sebagai contoh seringkali badan eksekutif dan legislatif memuat dan melaksanakan kebijakan terutama membuat kebijakan anggaran (APBN) didasari oleh kepentingan praktis dan berguna bagi umum, dimana mereka saling menguntungkan untuk kepentingan pribadi ataupun golongan. Budaya korupsi eksekutif dan legislatif semakin menguat dengan adanya peran anggota atau kelompok-kelompok (pengusaha) yang mempengaruhi dan mengarahkan badan eksekutif dan legislatif untuk membuat sebuah keputusan yang bisa menguntungkan mereka dalam hal ekonomi.
Sebagai contoh beberapa tahun lalu Fenomena nyata yang terjadi dari beberapa kasus korupsi yang telah terjadi daging sapi misalnya tidak lepas dari masyarakat kalangan menengah atas importer yang mempengaruhi agar pemilik kekuasaan dan kewenangan dalam mengatur sebuah keputusan supaya melakukan impor daging sapi. Proses politik dalam menentukan sebuah keputusan masih menjadi peluang yang sangat luas bagi oknum-oknum tertentu untuk memperkanya dirinya sendiri tanpa memikirkan rakyat yang menderita. Dalam proses korup penentuan kebijakan telah menciptakan kekecewaan masyarakat terhadap institusi publik yang pada mulanya di harapkan akan menciptakan sebuah keputusan-keputusan yang akan memajukan negara dan bangsa. Tapi pada kenyataanya yang terjadi malah sebaliknya, padahal pemerintah telah membentuk sejumlah hukum perundang-undangan untuk mengatur prilaku dan penyelengaraan publik tapi pada kenyatanya yang terjadi justru institusi publik memanfaatkan untuk kepentingan agar menguntungkan pribadi sehingga pelayanan publik yang di peroleh masih tergolong mahal. Misalnya pendidikan pemerintah telah mengeluarkan 20% untuk pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu namun fakta yang terjadi masih masyarakat yang belum mendapatkan hak pelayanan yang baik. Yang dapat kita lihat sekarang ini masih banyaknya anak yang putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan, dan masih banyaknya yang tidak berobat karena kesehatan yang mahal dan akhirnya nyawa yang tidak bisa tertolong lagi.(*)

Posting Komentar

 
Top